Untuk pengembangan komunikasi data di
industri telah banyak dikembangkan seperti CAN BUS, MOD BUS, FIELD BUS dsb,
yang kesemua itu merupakan komunikasi data digital yang digunakan untuk
pengendalian dan otomasi  di  industri 
atau  pabrik.  Berikut 
merupakan  model komunikasi data
pada industri (versi ADAM.NET) yang diaplikasikan dalam sebuah industri: 
OSI
( Open System Interconnection )
      Open System
Interconnection ( OSI ) diperkenalkan oleh International Standart Organitation
(ISO). OSI mendefinisikan sistem sebagai himpunan dari satu atau lebih
komputer beserta perangkat lunaknya, terminal, operator, proses, serta alat
penyalur informasi lainnya yang dapat melaksanakan pengolahan dan penyaluran
operasi sistem.
     
OSI menggunakan tujuh lapisan/layer dimana tiap layer berdiri sendiri
tetapi fungsi dari masing-masing layer bergantung dari keberhasilan operasi
layer sebelumnya. 
Fungsi
setiap Layer pada model OSI :
  
Kode
dalam Sistem Komunikasi Data
    
a) Unipolar Line Coding
     
Kode ini menggunakan hanya satu non-zero dan satu zero level tegangan,
yaitu untuk logika 1 memiliki level non-zero.
    
b) Polar Line Coding
    
Kode ini menggunakan dua buah level tegangan untuk non-zero guna
merepresentasikan kedua level data, yaitu satu positif dan satu negatif.
Terdapat 4 jenis polar: 
                   1. Non Return to Zero ( NRZ
)
                      Terdapat dua jenis kode
NRZ:
                            a. Level-NRZ
                            b. Invers-NRZ
     
              2. Return to Zero (
RZ )
                     3. Manchester
                      4. Diferensial Manchester
=> Pengkodean Bit Biner ( line-code )
   
Pengkodean biner ke unpolar NRZ ( Non Return Zero ) , biner ke format
polar NRZ, dari biner ke unipolar RZ ( Return Zero ), dari biner dikodekan ke
bipolar RZ ( Return Zero ) dan dari biner ke kode manchester.
   
c) Bipolar Line Coding
     
Kode bipolar menggunakan dua level tegangan yaitu non-zero dan zero guna
menunjukan level dua jenis data, yaitu untuk logika 0 ditunjukan dengan level
nol, untuk logika 1 ditunjukan dengan pergantian level tegangan positip dan
negatip, jika bit pertama berlogika 1 maka akan ditunjukan dengan amplitudo
positip, bit kedua akan ditunjukan dengan amplitudo negatip, bit ketiga akan
ditunjukan dengan amplitudo positip dan seterusnya. 
    
d) Pengkodean 2B1Q
      
Pengkodean dengan cara ini adalah dengan melakukan pengkodean 2 (dua)
biner untuk dijadikan 1 (satu) kuarter, pola data yang terdiri dari 2 bit
dikodekan menjadi sebuah elemen sinyal yang merupakan bagian dari sinyal
berlevel empat. Sedangkan data dikirim dengan kecepatan 2 (dua) kali lebih cepat
dibanding dengan pengkodean NRZ-L, dan pada bagian penerima memiliki empat
threshold untuk melayani penerimaan data terkirim. 
Konversi positip dan negatip dapat
digambarkan diagram pulsanya sebagai berikut:
     
e) Kode Blok ( Block Coding )
   1.Bit
redundan ditambahkan ke setiap blok informasi, hal ini dilakukan untuk
memberikan kepastian sinkronisasi dan pendeteksian kesalahan (error). 
      2. Setiap
4 bit data dikodekan menjadi kode 5-bit. 
      3.  Kode
5-bit normalnya digunakan untuk penggunaan kode invers NRZ.  
     4.  Pemilihan
kode 5-bit seperti halnya setiap kode berisi tidak lebih satu bit 0 sebagai bit
awal dan tidak ada lagi lebih dari dua buah logika 0.
       => Tabel Konversi Data 4B/5B
        f) Kode ASCII
Sebuah 
standar  Amerika  untuk 
menunjuk  sebuah  karakter 
diberi nama American Standard 
Code for  Information  Interchange 
(ASCII), dapat digunakan untuk membuat kode sejumlah 128 buah karakter.
Kode pertama digunakan pada tahun 1963, karena ada penambahan kode beberapa karakter,
maka kode ini disempumakan pada tahun 1967. 
Setiap kode ASCII dinyatakan dalam
bilangan heksa, kode ini merupakan cikal bakal 
sistem  komunikasi  digital 
antar  perangkat  komputer 
dan  merupakan sistem  kode 
yang  pertama  kali 
digunakan  dalam  sistem 
komputerdan komunikasinya. Sampai saat ini, setiap komputer yang
diproduksi menggunakan kode  ASCII. 
Bit pariti  akan menjadi bit  MSB 
kode ASCII, sehingga  dengan
penambahan 1 bit  setiap karakter  akan membentuk jumlah logika 1(satu) pada
kode tersebut. Jika  diharapkan kode  dengan 
paritas ganjil  maka jumlah  logika 
1(satu)  harus ganjil,  demikian juga jik diharapkan kode berparitas
genap maka jumlah logika dalam kode tersebut berjumlah genap. 
        g) Blok Data
Pengkodean untuk pengiriman data secara
blok yang dilengkapi dengan paritas ganjil atau paritas genap merupakan cara
pengujian lebih baik, karena satu blok data akan disertai dengan paritas yang
diletakan pada akhir blok data.
Untuk menguji data terkirim terjadi
kesalahan bit (bit error) atau tidak bit paritas tersebutlah  yang 
digunakan  sebagai  kunci 
uji  untuk  setiap 
karakter  terkirim, dalam  sistem 
transmisi  data  secara 
blok  data  artinya 
beberapa  karakter terkumpul
menjadi satu blok data maka bit paritas ini juga bisa dimanfaatkan. 
Adapun penempatan bit paritas pada blok
data adalah ditempatkan pada akhir sebuah 
blok,  dengan  demikian 
bit  akhir  dari 
blok  data  inilah 
yang  disebut dengan block check
character(BCC).
Berikut merupakan pembangkitan paritas
menggunakan gerbang EXOR : 
Bit-0 EXOR bit-1 = 1,  bit-2 EXOR 1 = 1,  bit-3 EXOR 1 = 1,  bit-4 EXOR 1 = 0, bit-5 EXOR 0 = 0, bit-6
EXOR 0 = 1. 
Kelemahan kode paritas adalah apabila
terjadi kesalahan atau error pada 2 bit maka error tidak terdekteksi sebagai
error. Dengan demikian error atau kesalahan pada bit 0 dan bit 1 tidak
terdeteksi, perbaikan dari sistem ini adalah dengan mengirimkan data bukan perkarakter
tetapi melalui blok data. 
Misal : isi data berupa pesan berbunyi
“selamat” maka paritas dapat dicari dengan cara sebagai berikut : 
Fungsi dari paritas pada bit-7 adalah
sebagai kunci uji data untuk mencari error setiap  karakter secara horisontal, istilah deteksi
error secara horizontal adalah longitudinal redundancy check  (LRC). Sedang fungsi paritas pada BCC sebagai
baris penutup blok data difungsikan sebagai deteksi error secara vertikal, istilah
deteksi vertikal adalah vertical redundancy check (VRC). Dari kedua paritas
inilah terbentuk model matrik deteksi error yaitu kombinasi dari deteksi LRC
dan deteksi VRC. 
        h) Kode Humming
Kerusakan  data 
atau  kesalahan  data 
yang  diterima  oleh 
terminal  penerima dalam  sistem 
komunikasi  data  sering 
terjadi,  penyebabnya  adalah 
adanya  interferensi  sinyal 
luar  yang  masuk 
ke  dalam  jalur komunikasi,  koneksi 
kawat  penghubung,  terminal,  
konektor  pada  layer terendah  yang 
kurang  baik.  Hal 
tersebut  menyebabkan  sinyal 
gangguan (noise),  sebagai  akibat 
gangguan  tersebut  muncul 
permasalahan  pada  data yang diterima oleh penerima berupa data
error. 
Konsep 
penerapan  kode  Hamming 
adalah  dengan  menggunakan 
bit  paritas untuk  disisipkan 
pada  posisi  tertentu 
dalam  blok  data, 
dengan  demikian memungkinkan  untuk 
dapat  digunakan  dalam 
pemeriksaan  kesalahan  dalam blok 
data.  Aturan  untuk menyatakan  bit 
Hamming  adalah melalui  pendekatan 2n,  nilai 
n  dan  n 
adalah  bilangan  bulat 
positif,  cara  untuk 
menentukan  bit Hamming adalah
sebagai berikut: 
§ 
Data
= 1011 → penyisipan bit Hamming adalah 101x1xx 
§ 
Nilai
x dapat dipilih 1 atau 0 dan disisipkan pada data 
§ 
Menentukan
jumlah modulo-2 bit-1 agar data berparitas genap. 
Bit ke- 
7 6 5 4 3   2 1
Data 
1 0 1  x  1  x x 
Langkah selanjutnya adalah menentukan
bit-Hamming yang harus disisipkan ke dalam bit-bit data, dalam hal ini semua
bit yang ditandai dengan hurf  x  adalah tempat 
posisi  bit  Humming 
yang  seharus  disisipkan. 
Dengan  demikian  data yang semula terdiri dari 4 bit data maka
pada akhirnya jumlah bit adalah 7 bit.
§ 
 Tabel penentuan bit-Hamming 
§ 
Bit-Hamming
disisipkan ke dalam data, sehingga menjadi:
Bit
ke-  7 6 5 4 3 2 1
Data  1 0 1 
0  1  0 1
§ 
Deteksi  data 
error  yang  diakibatkan 
data  berubah  saat 
transmisi,  diasumsikan  terjadi 
perubahan pada  bit  ke 
3  dari  nilai 
logika  1  menjadi 
logika  0. 
Sehingga
data yang diterima sebgai berikut:
Bit
ke-  7 6 5 4 3 2 1
Data  1 0 1 
000 1
§ 
Pemeriksaan  data 
melalui  bit-bit  Hamming 
ditemukan  error  berikut 
posisi bitnya, pada contoh terjadi error pada posisi bit ke 3.
Tabel
penentuan error (modulo-2) : 
§ 
Berdasarkan
tabel penentuan error diperoleh nilai biner 011, yang berarti bisa ditentukan
kesalahan adalah pada posisi bit ke 3 pada data.
§ 
Perbaikan  logika  bit 
dapat  dilakukan  dengan 
melakukan  inverting  bit 
ke  dari 
data,
dengan demikian tidak diperlukan lagi pengiriman NAK ke pengirim untuk 
melakukan
pengiriman ulang. 
i) Kode
Koreksi Error 
Kode  Hamming 
digunakan untuk mendeteksi error dan perbaikan kode pesan terkirim, kode
koreksi error adalah sebuah algoritma untuk mendeteksi adanya kesalahan dalam
pesan yang dikirimkan sekaligus memperbaiki pesan tersebut sehingga  pesan 
dapat  tersampaikan  dengan 
benar  melalui  sistem 
transmisi data melalui sistem jaringann berbasis pada isi pesan itu
sendiri. 
Cara mendeteksi  dan 
memperbaiki  kesalahan  pada 
pesan  yang dikirimkan :
Aturan
main:
§  
Data
asli yang akan dikirimkan dinyatakan dalam variabel Di dan check bit dengan (Cj
).  
§  
Posisi
biner diawali dari bit 1, posisi check bit Cj pada 2n, yaitu 1, 2, 4, 8, ... 
§  
Penentuan
check bit dilakukan melalui EXOR untuk semua bit data. 
Untuk
penentuan kode humming dari 4 bit data, maka terdapat D1, D2, D3 dan D4 dan
untuk check bit 2n didapat C0, C1 dan C2, sebagai berikut : 
FRAME DATA
a. Frame Data Transmisi Sinkron Biner (BiSynch) 
Frame merupakan bingkai data yang
terdiri block check character (BCC), yaitu karakter penguji blok data,  end of transmission block  (ETB) yaitu batas akhir blok data yang
ditransmisikan, pesan atau blok data yang akan dikirimkan, start of text (STX)
yaitu awal pesan yang dikirimkan,  end of
header (EOH) yaitu batas akhir sebuah 
header  pesan, header berisi
informasi stasiun kendali dan prioritas, 
start  of  header 
(SOH)  merupakan  batas 
awal  sebuah  header, sinkronisasi (SYN) sebagai karakter
sinkronisasi pengiriman data. 
Secara blok diagram frame data untuk
transmisi sinkron biner (BiSynch) dapat digambarkan sebagai berikut : 
Format ini hanya dapat diaplikasikan
pada sistem transmisi half duplex, koneksi dari 
titik  ke  titik 
(point  to  point) 
dengan  media  2 
kawat  atau  4 
kawat. 
b. Frame HDLC (High Level Data Link)
Berbagai 
kelemahan  yang  dimiliki 
frame  sikron  biner 
dapat  diatasi  dengan frame 
HDLC, karena pemakaian HDLC sangat luas termasuk untuk sistem jaringan
luas (WAN).
Frame data HDLC dapat diaplikasikan baik
pada sistem transmisi  half duplex maupun  full duplex, artinya terdapat dua jalur
komunikasi antara pengirim dan penerima yang kedua jalur terpisah sama sekali. 
Pada 
saat  pengirim  mengirimkan 
pesan,  maka  penerima 
dapat  mengirimkan ACK ataupun NAK
melalui jalur yang lain. 
KECEPATAN TRANSMISI
Kecepatan transmisi data (Data Rate),
yaitu kecepatan pengiriman data yang diukur berdasarkan jumlah elemen data
dalam satuan bit selama waktu 1 (satu) detik. Dengan demikian satuan kecepatan
dapat disingkat menjadi bps. Kecepatan transmisi elemen sinyal (Signal Rate),
yaitu kecepatan pengiriman data 
yang  diukur  berdasarkan 
jumlah  elemen  sinyal  
dalam  satuan  pulsa selama waktu 1 (satu) detik. Dan satuan
kecepatan adalah baud. 
Rasio 
kecepatan  data  dengan 
kecepatan  sinyal  dinyatakan 
dengan  notasi  r, sehingga rumus dasar rasio adalah:
r = data rate / signal rate 
Kecepatan  sinyal 
diobservasi  berdasarkan  beberapa 
bit  data  dalam 
satu stream,  hal  ini 
tergantung  pada  jumlah 
bit  perdetiknya  N 
(bps)  dan  1/r (bit/pulsa). 
Untuk pola bolak balik logika 1 dan
logika 0. Dengan demikian rumus dapat dituliskan sebagai berikut : 
S = Kecepatan sinyal,  c = bit data per stream,  N = jumlah bit perdetik,  r = rasio elemen data dengan elemen sinyal. 
Diagram pusa elemen data :